Laksana sebuah
buku resep, tentu disana akan kita jumpai 2 jenis petunjuk yang tidak bisa
dipisahkan antara bahan resep dan tata cara pembuatan resep tersebut. begitu pula
dalam kamus hukum, ada dua jenis hukum, antara lain hukum fomil dan hukum
materiil, kedua bagian tersebut akan membutuhkan
satu sama lain untuk supremasi hukum.
Beralih dari
lembaga litigasi yang terkesan kaku dan formal serta membutuhkan waktu yang lama
dalam penanganan sengketa perdata, maka saat itulah jalur non litigasi dianggap
sebagai jalur instan untuk alternative penyelesaian sengketa (alternative dispute
resolution) khususnya dalam mata kuliah ini yaitu arbitrase, walapun arbitrase
sendiri merupakan lembaga non litigasi, namun ada juga tata cara beracara
didalam arbitrse. ketentuan formil ini dapat ditemui pada undang – undang No.
30 Tahun 1999 tentang arbitrase pada ketentuan bab ke IV.
Sebelumnya arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Berikut analisa mengenai bentuk acara dalam arbitrase
syariah yang tertuang dalam bab IV pasal 27 sampai 48 UU No. 30 Tahun 1999.
Pasal 27 berisi “Semua
pemeriksaan dilakukan secara tertutup”. Maksudnya bahwa Asas pemeriksaannya
dilakukan secara “tertutup” dalam setiap tahap. Mulai dari
pemeriksaan statement of claim, statement of defence, dokumen, saksi
dan ahli maupun oral hearing dengan para pihak. Begitu juga
pemeriksaan setempat, semua dilakukan dengan pintu tertutup.
Pasal 28 mengenai
Bahasa “Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia, kecuali Para Pihak
memilih bahasa lain” maksudnya bahasa yg digunakan ialah bahasa Indonesia
kecuali atas persetujuan para pihak.
Pasal 29 terdiri
atas 2 ayat. ayat 1 berisi “Para pihak
mempunyai kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapat” maksudnya adalah
Setiap pihak yang berselisih mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan
pendapat masing-masing. Pasal 29 ayat 2 mengenai Kuasa “Para pihak dapat
diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus” jadi Setiap pihak yang
berselisih mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing baik
secara langsung maupun diwakili oleh kuasa hukumnya.
Selanjutnya Pasal
30 yaitu “Pihak ketiga di luar
perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan
yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa
serta disetujui oleh arbiter majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan”
maksudnya Pihak ketiga dapat
turut serta atau menggabungkan diri dalam pemeriksaan apabila terdapat
kepentingan yang terkait, dan keikutsertaan tersebut disepakati oleh para pihak
yang bersengketa serta disetujui oleh Majelis Arbitrase yang memeriksa sengketa
atau Bergabungnya pihak ketiga dalam
proses pemeriksaan sengketa dalam perkara perdata, dapat terjadi karena atas
inisiatif sendiri, dapat juga karena ditarik masuk oleh salah satu pihak untuk
ikut menanggung dalam pemeriksaan sengketa perkara perdata tersebut.
Pasal.31 ayat 1 “Para
pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan
acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini” maksudnya para pihak
dalam hal ini bebas untuk menentukan isi dari kontrak, termasuk pilihan
hukumnya. Jadi dalam hal ini para pihak memiliki asas kebebasan berkontrak. Pasal
31 ayat 2 “Dalam hal para pihak tidak
menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase yang akan digunakan dalam
pemeriksaan, dan arbiter atau majelis arbitrase telah terbentuk sesuai dengan
Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, semua sengketa yang penyelesaiannya
diserahkan kepada arbiter atau majelis arbitrase akan diperiksa dan diputus
menurut ketentuan dalam Undang-undang ini” jadi Apabila para pihak tidak
menentukan Acara Arbitrase yang digunakan maka Arbiter atau Majelis Arbitrase
yang diangkat atau ditunjuk dapat menggunakan Acara Arbitrase yang dimaksud
dalam UU Nomor 30 pasal 1999. Dan Pasal 31 ayat 3 “Dalam hal para pihak telah
memilih acara arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus ada kesepakatan
mengenai ketentuan jangka waktu dan tempat diselenggarakan arbitrase dan
apabila jangka waktu dan tempat arbitrase tidak ditentukan, arbiter atau
majelis arbitrase yang akan menentukan”maksudnya
Para Pihak yang memilih Acara Arbitrase
sebagaimana dimaksud, harus menyepakati ketentuan jangka waktu dan tempat, jika
tidak ditentukan, arbiter atau Majelis Arbitrase yang akan menentukan.
Pasal 32 terdiri
atas 2 ayat. ayat 1 berisi “Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau
majelis arbitrase dapat mengambil putusan provisional atau putusan sela lainnya
untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita
jaminan, memerintahkan penitipan barang kepada pihak ketiga, atau menjual
barang yang mudah rusak. Dalam hal ini maksudnya adalah Putusan
Provisionil dan Putusan Sela lainnya Atas permohonan salah satu pihak, Arbiter
atau Majelis Arbitrase dapat mengambil putusan provisional atau putusan sela
lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa. Pasal 32 ayat 2
“Jangka waktu pelaksanaan putusan provisionil atau putusan sela lainnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dihitung dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48” yaitu maksudnya Jangka waktu putusan
provisional atau putusan sela tidak
dihitung dalam jangka waktu sebagaiamna dalam Pasal 48 yaitu selama 180 hari.
Pasal 33Arbiter
atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya
apabila:
a. diajukan permohonan oleh
salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;
b. sebagai akibat ditetapkan
putusan provisionil atau putusan sela lainnya; atau
c. dianggap perlu oleh arbiter
atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
Berarti dalam
melaksanakan tugasnya mjlis arbitrase dapat memperpanjang dalam al tugasnya
apabila terdapat tiga syarat diatas.
Pasal 34 terdiri ayat (1) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat
dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional
berdasarkan kesepakatan para pihak.jadi disini dapat disesuaikan sesuai
dengan jenis persengketaan dan kesepakatan para pihak. Ayat (2) Penyelesaian sengketa melalui lembaga
arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut peraturan dan
acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan lain oleh para pihak.
Pasal 35 menjelaskan tentang Arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan
agar setiap dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang
ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase yang sudah disepakati.
Pasal 36 terdiri dari dua ayat yaitu ayat 1 dan ayat
2 yang menjelaskan tentang mempunyai
maksud semua permalahan atau sengketa yang ada diajukan secara tertulis . dan
apabila pemeriksaan secara lisan dikehedaki oleh arbiter atau para pihak maka pemeriksaan
tersebut harus dialakukan agar mendapatkan kelancaran dalam ber acara.
Pasal 37 terdiri
dari empat ayat yaitu ayat 1,2,3 dan 4
yang menjelaskan tentang tempeat penyelesaian sengketa yang ditentukan
oleh seorang arbiter bila mana pihak yang bersengketa tidak menentukan tempatnya.
Seoang arbiter yang mempunyai sifat netral dapat mendengarkan
keterangan-keteranga dari masing-masing pihak yang bersengketa atau bisa
mengadakan pertemuan diluar tempat arbiter diadakan. Pemeriksaan saksi-saksi
tidak berbeda dengan acara sengketa lainnya yang mana pemeriksaan tersebut
dilakukan didepan majelis arbiter dan diselanggarakan menurut ketentuan hukum
acara perdata . dalm pemeriksaan acara arbritase, seorang arbriter dapat
mengadakan pemeriksaan setempat atas barang atau objek yang telah
dipersengketakan, apabila diangggap perlu para pihak akan dipanggil secara sah
agar dapat hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Pasal 38 terdiri
dari dua ayat dan tiga huruf , yakni ayat 1, 2 dan huruf a,b,c. dimana
didalmmnya menjelaskan tentang jangka waktu acara arbritase yang sudah
ditetapkan arbiter maka pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya oleh
arbriter, didalam surat tuntutannya tersebut harus memumuat sekurang-kurangnya
nama lengkap,kedudukan para pihak, uraian singkat tentang sengketa dan isi
tuntutan yang jelas dan ini tidak berbeda dengan hukum acara lainnya..
Pasal 39
didalmnya memuat setelah arbiter menerima surat tuntutan dari pemohon , maka
arbiter atau majelis arbiter harus menyampaikan salinan surat tuntan untuk
termohon dengan melampirkan perintah termohon harus menanggapi dan memberikan
jawabannya secara tertulis dalam jangka waktu 14 hari setelah salinan
disampaikan kepada termohon.
Pasal 40 terdiri
dari dua ayat yakni 1,2, yang menjelaskan tentang apabila termohon suddah
membberikan jawabannya atas perintah arbiter atau majelis arbiter , salinan
jawaban tersebut harus diserahkan kepada pemohon. Bersamaan dengan jawaban yang
telah diberika kepad termohon, arbitrer atau majelis arbritasi memerintahkan
agar pihak atau kuasa merekan menghadap dimuka umum persidangan yang ditetapkan
paling lama 14 hari terhitungmulai hari kapan dikeluarkannya perintah itu.
Pasal 41 yang
maksudnya apabila lebih dari 14 hari termohon tidak menyampaikan jawabannya
secara tertulis, maka termohon atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadap
dimuka persidangan arbitrase yang ditetpakn paling lama 14 hari terhitung dari
dikeluarkannya surat perintah itu.
Pasasl 42
terdapat dua buah ayat yakni ayat 1dan 2 yang mempunyai maksud seperti persidangann
pada umumnya setelah adanya suatu putusan daari siding pertama termohon diberi
kesempatan untuk mengajuka tuntutan dan terhadap tuntutan tersebut pemohon
diberi kesempatan untuk menanggapiny, dan tuntun yang telah diberikan oleh termohon
akan diperiksa oleh arbiter bersama-sama dengan pokok sengketa.
Pasal 43 yaang
maksudnya apabila dalam jangka waktu 14 hari pemohon tanpa adanya alasan yang
tidak sah dan tidak menghap , dan telah dipanggil secara patut surat tuntunnya
dianggap gugur dan tugas arbiter dianggap selesai.
Pasal 44 ayat 1
Ketidakhadiran Termohon yaitu Apabila tanpa alasan yang sah Termohon tidak
datang, sedangkan telah dipanggil secara patut, maka dipanggil sekali lagi -
Paling lama 10 hari setelah pemanggilan kedua diterima Termohon, Pasal 44 ayat
2 jika termohon dan tanpa alasan yang
sah tidak hadir dipersidangan, maka pemeriksaan dilanjutkan tanpa hadirnya
termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan
tidak beralasan atau tidak berdasar hukum.
Pasal 45 ayat 1
adalah Upaya Perdamaian Pada hari pertama persidangan yang dihadiri Para Pihak,
Arbiter atau Majelis Arbitrase mengusahakan Perdamaian. Pasal 45 ayat 2
Jika perdamaian tersebut tercapai,
Arbiter atau Majelis membuat suatu Akta Perdamaian yang final dan mengikat para
pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan Perdamaian
tersebut.
Pasal 46 ayat 1 Pemeriksaan
Arbitrase Dilakukan apabila Perdamaian diantara Para Pihak tidak berhasil dan kemudian dalam Pasal 46 ayat 2 bahwa Para
Pihak diberi kesempatan untuk: menjelaskan secara tertulis pendirian masing-masing
disertai bukti yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh
Arbiter atau Majelis. kemudian Arbiter atau Majelis berhak meminta penjelasan
tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lain yang dianggap perlu dalam
jangka waktu yang ditentukan oleh Arbiter atau Majelis Arbitrase Pasal 46 ayat
3.
Pasal 47 ayat 1 Pencabutan
dan Perubahan Tuntutan bahwa Sebelum Termohon menyampaikan Jawaban, Pemohon
dapat mencabut Surat Permohonan untuk menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase dan Pasal 47 ayat 2 Jika sudah ada Jawaban
dari Termohon, maka perubahan atau penambahan hanya diperbolehkan dengan
persetujuan Termohon dan sepanjang hanya menyangkut fakta, bukan menyangkut
dasar-dasar yang menjadi dasar permohonan.
Pasal 48 ayat 2 Lama
Pemeriksaan yaitu paling lama 180 hari sejak arbiter atau Majelis Arbitrase
terbentuk (Pasal 48 ayat 1) dan Dapat diperpanjang dengan persetujuasn para
pihak.
Kesimpulan
Secara garis
besar kesimpulan yang dapat diambil mengenai tata cara beracara di Arbitrase
syariah yaitu meiputi: Pemeriksaan, pihak ketiga, asas kebebasan berkontrak, Memerintahkan
Para Pihak Hadir, apabila Salah Satu Pihak Tidak Hadir, Pihak Claimant (seorang
yang membuat tuntutan atau penggugat) Tidak Hadir, Pihak Respondent tidak hadir
dan Majelis Mengusahakan Perdamaian dan yang terakhir mengenai jangka waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar :)